Agus, Difabel Terdakwa Pelecehan, Ajukan Pengalihan Status Tahanan

Terdakwa Pelecehan Seksual di Mataram Minta Tahanan Rumah

I Wayan Agus Suartama, 22 tahun, seorang difabel yang dikenal juga sebagai “Agus Buntung”, didakwa atas dugaan pelecehan seksual terhadap seorang mahasiswi di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sidang perdananya digelar secara tertutup di Pengadilan Negeri Mataram pada 16 Januari 2025. Agus saat ini ditahan di Rutan Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat. Namun, melalui kuasa hukumnya, Ainuddin dan Donny A Sheyoputra, Agus mengajukan permohonan pengalihan status penahanan menjadi tahanan rumah atau tahanan kota.

Alasan Permohonan Pengalihan Status Tahanan

Agus mengajukan permohonan pengalihan status tahanan dengan beberapa alasan. Pertama, ia mengaku merasa tidak nyaman di Rutan Kuripan dan sangat bergantung pada orang tuanya untuk perawatan sehari-hari. Kedua, terdapat dugaan Agus mengalami perundungan dan ancaman dari narapidana lain. Ketiga, Agus juga mengeluhkan kondisi kesehatan yang memburuk, seperti gatal-gatal yang terus-menerus, yang ia duga akibat kondisi rutan yang kurang memadai untuk kebutuhannya sebagai difabel. Keluhan ini menimbulkan pertanyaan, apakah fasilitas di Rutan Kuripan benar-benar memenuhi standar aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, dan apakah “memenuhi standar” cukup untuk menjamin kesejahteraan Agus?

Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) NTB menyatakan bahwa fasilitas di rutan telah memenuhi standar untuk difabel. Namun, Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB, yang memantau jalannya persidangan, menyatakan perlu ada penyelidikan lebih lanjut terkait kondisi Agus di dalam rutan. Mereka menekankan pentingnya memastikan hak-hak Agus sebagai difabel terpenuhi, tidak hanya secara formalitas, tetapi juga dalam praktiknya.

Sidang berikutnya dijadwalkan pada 23 Januari 2025 dengan agenda pemeriksaan lima saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kesaksian mereka kemungkinan akan memberikan informasi lebih lanjut tentang kondisi Agus di rutan dan dugaan perundungan yang dialaminya.

Proses Hukum dan Perspektif Hukum

Permohonan pengalihan status penahanan diajukan kepada Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Mataram. Hakim memiliki kewenangan penuh untuk memutuskan, dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kondisi rutan, kebutuhan khusus Agus, jenis disabilitasnya, dan potensi ancaman bagi masyarakat.

Permohonan dapat dikabulkan, sehingga Agus menjalani tahanan rumah atau tahanan kota. Namun, permohonan juga dapat ditolak, yang berarti Agus harus tetap berada di Rutan Kuripan. Keputusan hakim dalam kasus ini dapat menjadi preseden bagi kasus serupa di masa mendatang.

Kasus Agus memicu perdebatan tentang perlakuan terhadap difabel dalam sistem peradilan pidana. Beberapa pakar hukum berpendapat perlunya peraturan yang lebih spesifik mengenai penanganan tahanan difabel, termasuk penilaian khusus terkait kebutuhan setiap individu. Hal ini penting untuk menjamin perlakuan yang adil dan manusiawi.

Beberapa pertanyaan penting muncul:

  • Apakah sistem peradilan pidana Indonesia telah mengakomodasi kebutuhan difabel dengan memadai?
  • Bagaimana menjamin hak-hak difabel selama proses hukum, termasuk hak atas kesehatan dan keamanan?
  • Apakah tahanan rumah merupakan solusi terbaik bagi Agus, atau adakah alternatif lain yang lebih tepat?

Kasus ini bukan hanya tentang Agus, tetapi juga tentang bagaimana kita, sebagai masyarakat, memperlakukan kelompok rentan. Putusan hakim akan sangat dinantikan, dan perkembangan kasus ini perlu terus dipantau.

Tabel Ringkasan Kasus Agus:

Aspek Detail
Nama I Wayan Agus Suartama (“Agus Buntung”)
Usia 22 tahun
Kondisi Difabel (detail tidak dijelaskan)
Lokasi Saat Ini Rutan Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat
Permohonan Pengalihan status penahanan menjadi tahanan rumah atau tahanan kota
Alasan Permohonan Ketidaknyamanan di rutan, ketergantungan pada orang tua, dugaan perundungan, & kesehatan
Kuasa Hukum Ainuddin dan Donny A Sheyoputra
Pengadilan Pengadilan Negeri Mataram
Dakwaan UU TPKS Pasal 6A dan/atau 6C jo Pasal 15 huruf E
Ancaman Hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 300 juta
Sidang Berikutnya 23 Januari 2025 (pemeriksaan saksi JPU)

Catatan: Informasi ini disarikan dari artikel yang Anda berikan dan bertujuan untuk menyajikan berita secara ringkas dan informatif. Perkembangan kasus perlu terus dipantau untuk mendapatkan informasi terbaru.