Misteri di Balik Pagar Laut Tangerang: Milik Siapa dan Bagaimana Legalitasnya?

Sengketa Tembok Laut Tangerang: Reklamasi Ilegal?

Kasus tembok laut di pesisir Tangerang, Banten, yang membentang sepanjang 30 kilometer, telah memicu kontroversi publik. Dugaan reklamasi ilegal, kepemilikan misterius, dan bayang-bayang konglomerat mewarnai kasus ini. Selengkapnya baca kontroversi pagar laut Tangerang. Artikel investigasi ini akan mengungkap fakta-fakta di balik tembok raksasa tersebut, menelusuri legalitas HGB di atas laut, dampak lingkungan, keterlibatan Agung Sedayu Group, serta langkah pemerintah dan proses hukum yang sedang berjalan. Baca selengkapnya tentang kontroversi ini.

Kronologi Tembok Kontroversi

Awal Mula Tembok Misterius (2025)

Pada awal 2025, publik digegerkan dengan penemuan tembok bambu raksasa di pesisir Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang. Tembok ini membentang sepanjang 30 kilometer, menghalangi akses nelayan ke laut. Diduga, dua perusahaan yang berafiliasi dengan Agung Sedayu Group—PT Intan Agung Makmur (IAM) dan PT Cahaya Inti Sentosa (CIS)—adalah pihak di balik pembangunan tembok tersebut.

HGB di Atas Laut: Legal atau Ilegal?

Kontroversi semakin memanas dengan temuan ratusan sertifikat di atas perairan, termasuk 263 Hak Guna Bangunan (HGB) dan 17 Sertifikat Hak Milik (SHM). PT IAM menguasai 234 HGB, PT CIS memegang 20 HGB, dan sisanya dimiliki perorangan. Legalitas HGB di atas laut ini dipertanyakan karena bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960 dan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 17 Tahun 2016. Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, berjanji akan membatalkan HGB tersebut. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga menegaskan tidak pernah mengeluarkan izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) untuk area tersebut.

Nasib Nelayan dan Dugaan Ekspansi Agung Sedayu Group

Ribuan nelayan dan pembudidaya ikan terdampak pembangunan tembok laut ini. Akses mereka ke laut terputus, mengancam mata pencaharian mereka. Muncul spekulasi bahwa tembok ini merupakan bagian dari rencana ekspansi Agung Sedayu Group, khususnya proyek reklamasi PIK 2 dan PIK Tropical Coastland. Meskipun Agung Sedayu Group mengklaim telah membeli HGB dari warga, klaim ini menimbulkan pertanyaan baru, mengingat laut merupakan wilayah negara yang tidak dapat diperjualbelikan.

Investigasi dan Tuntutan Publik (2025-Sekarang)

Presiden Joko Widodo menuntut pengusutan tuntas kasus ini. Menteri ATR/BPN memerintahkan inspeksi lokasi sertifikat bekerjasama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG). Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah (LBHAP PP Muhammadiyah) bersama sejumlah LSM telah melaporkan Agung Sedayu Group dan Sugianto Kusuma (Aguan) ke Bareskrim Polri. Publik menuntut transparansi dan keadilan, mendesak penyelidikan dampak lingkungan dan proses hukum yang berkelanjutan.

Analisis Dampak dan Pertanyaan Publik

Dampak Lingkungan

Pembangunan tembok laut berpotensi merusak ekosistem pesisir. Beberapa dampak yang mungkin terjadi antara lain:

  • Kerusakan Terumbu Karang: Sedimentasi dan berkurangnya penetrasi sinar matahari dapat merusak terumbu karang.
  • Degradasi Padang Lamun: Aktivitas konstruksi dan perubahan arus air dapat mengganggu padang lamun yang merupakan habitat penting bagi berbagai spesies ikan.
  • Erosi Pesisir: Tembok laut dapat mengubah pola arus dan gelombang, memperparah erosi di area sekitarnya.
  • Perubahan Kualitas Air: Meningkatnya kekeruhan dan perubahan aliran nutrisi dapat mempengaruhi kualitas air laut.

Dampak Sosial-Ekonomi

  • Nelayan Terpinggirkan: Akses nelayan ke laut terhalang, mengancam mata pencaharian dan kesejahteraan keluarga mereka.
  • Konflik Sosial: Kompetisi atas sumber daya yang semakin menipis dapat memicu konflik antar nelayan dan pihak yang mengontrol akses ke laut.

Pertanyaan yang Belum Terjawab

  • Bagaimana proses perizinan HGB di atas laut?
  • Apa dasar hukum penerbitan sertifikat tersebut?
  • Siapa yang bertanggung jawab atas dampak yang dialami nelayan?
  • Apakah ada keterlibatan pejabat pemerintah dalam kasus ini?
  • Apa motif sebenarnya di balik pembangunan tembok laut ini?

Kesimpulan dan Harapan

Kasus tembok laut Tangerang menunjukkan kompleksitas tata kelola wilayah pesisir dan pertanahan di Indonesia. Transparansi, akuntabilitas, dan penegakan hukum yang tegas sangat penting untuk menjamin keadilan dan kelestarian lingkungan. Publik menunggu hasil investigasi dan proses hukum yang sedang berjalan, serta berharap agar kasus ini menjadi momentum perbaikan tata kelola wilayah pesisir di Indonesia.

Disclaimer: Informasi dalam artikel ini berdasarkan data yang tersedia dan dapat berubah seiring perkembangan investigasi.